Materi PAI Kelas XI
Minggu, 25 Desember 2016
Menghargai Karya Orang Lain
BAB VIII
Menghargai Karya Orang Lain
A.
Pengertian
Menghargai
hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan
kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling
menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai
manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap
yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi
penciptanya sebagai manusia yang ingin dihargai.
Hadits
Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerja dan
menekuni pekerjaanya.” (HR Baihaqi). Kita tidak dapat mengingkari bahwa
keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan
perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang
menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih
payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam
berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.
Artinya
: “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).
B. Menghargai Karya Orang Lain
1. Pengertian Berkarya artinya melakukan atau
mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau
manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa
atau hal yang lainnya. Menghargai karya orang lain berarti menghargai dan
menghormati suatu hasil atau buah dari pemikiran seseorang yang mempunyai
kegunaan dan manfaat dan berarti bagi semua orang.
2. Dasar dogmatik (Al Quran dan Hadits) berkaitan dengan menghargai karya orang lain. Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih). Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerj dan menekuni pekerjaanya.” (HR Baihaqi). Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan). “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).
3. Urgensi atau kepentingan menghargai karya orang lain.
Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut.
Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
4. Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dan pengabaian terhadap karya orang lain.
Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan karya tersebut dengan baik dan mengakui bahwa hasil karya tersebut adalah buatan si penemu, tidak merusak, tidak meniru, tidak memalsukan karya orang lain, menghindari perasaan dengki atas prestasi orang lain, dan meneladani prestasi yang telah dicapai.
Kalaupun kurang menyukai karyanya, kita tidak perlu melecehkan karya tersebut, tetapi menghargainya sebagai karya intelektual. Demikian juga sebaliknya, jika menyukai karyanya, tidak berarti kita dapat berbuat sesuka hati dengan karya tersebut. Contoh: melakukan perbuatan seperti menyontek, menjiplak, mengkopi, memperbanyak suatu karya tanpa izin dari si penemu termasuk sikap yang tidak tepat. Kita boleh manggandakan hasil karya orang lain tersebut, asalakan sudah mendapatkan izin dari si penemunya.
Beberapa contoh sikap menghargai karya orang lain:
a. Memberi komentar positif terhadap karya sesama
b. Tidak memberi komentar negatif tehadap karya orang lain walupun karyanya belum bagus
c. Memberi masukan atau kritik membangun jika memandang karya tersebut perlu diperbaiki
d. Jika memang karya itu bagus, akui secara jujur dan jika perlu, kita bisa meniru dan mencontohnya.
e. Tidak diam saja melihat karya orang lain, apalagi disertai dengan wajah yang kurang senang
2. Dasar dogmatik (Al Quran dan Hadits) berkaitan dengan menghargai karya orang lain. Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih). Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerj dan menekuni pekerjaanya.” (HR Baihaqi). Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan). “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).
3. Urgensi atau kepentingan menghargai karya orang lain.
Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut.
Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
4. Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dan pengabaian terhadap karya orang lain.
Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan karya tersebut dengan baik dan mengakui bahwa hasil karya tersebut adalah buatan si penemu, tidak merusak, tidak meniru, tidak memalsukan karya orang lain, menghindari perasaan dengki atas prestasi orang lain, dan meneladani prestasi yang telah dicapai.
Kalaupun kurang menyukai karyanya, kita tidak perlu melecehkan karya tersebut, tetapi menghargainya sebagai karya intelektual. Demikian juga sebaliknya, jika menyukai karyanya, tidak berarti kita dapat berbuat sesuka hati dengan karya tersebut. Contoh: melakukan perbuatan seperti menyontek, menjiplak, mengkopi, memperbanyak suatu karya tanpa izin dari si penemu termasuk sikap yang tidak tepat. Kita boleh manggandakan hasil karya orang lain tersebut, asalakan sudah mendapatkan izin dari si penemunya.
Beberapa contoh sikap menghargai karya orang lain:
a. Memberi komentar positif terhadap karya sesama
b. Tidak memberi komentar negatif tehadap karya orang lain walupun karyanya belum bagus
c. Memberi masukan atau kritik membangun jika memandang karya tersebut perlu diperbaiki
d. Jika memang karya itu bagus, akui secara jujur dan jika perlu, kita bisa meniru dan mencontohnya.
e. Tidak diam saja melihat karya orang lain, apalagi disertai dengan wajah yang kurang senang
5. Bahaya mengabaikan karya orang lain (tidak
menghargai orang lain).
i.Membahayakan Keimanan
i.Membahayakan Keimanan
Tidak
menghargai karya orang lain menunjukan sikap mental yang tidak sehat. Sikap
tersebut akan dapat membawa kita pada sikap iri hati, dengki, hingga suuzan
pada orang lain. Hal ini tentu saja berbahaya bagi keimanan kita kepada-Nya.
ii.Membahayakan Ahklak
Seseorang
yang terbelit oleh perasaan tamak dan tidak peduli lagi dengan hasil karya
orang lain akan terdorong untuk melakukan tindak pelanggaran dan kejahatan,
seperti pembajakan hak cipt, pembunuhan karakter, dan beragam kejahatan
lainnya. Sikap tamak dan tiadanya rasa penghargaan pada hasil karya orang lain
berpotensi menhalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun
melanggar aturan agama.
iii.Membahayakan Masyarakat
Apabila
sikap tidak menghargai karya orang lain dan sikap tamak bergabung menjadi satu,
lalu dilanjutkan dengan tindakan kejahatan untuk memperkaya diri, maka mulailah
dampak pada masyarakat terjadi. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini dalam
kejahatan pembajakan hasil karya. Sebuah buku misalnya.
5. Cara menumbuhkan penghargaan terhadap karya
orang lain.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).
Upaya melestarikan serta meneruskan apa yang
telah dicapai merupakan bentuk penghargaan kita kepada karya orang lain.
Melestarikannya pun harus dengan cara yang baik misalnya dengan menjaga,
merawat, dan memanfaatkannya secara maksimal. Dengan cara ini maka karya
tersebut nantinya tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, termasuk
untuk anak cucu kita.
Sebagai mahluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menolong.
Sebagai mahluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menolong.
Demikian sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang
artinya:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).
Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran terhadap hak cipta dalam bidang ilmu, seni, dan sastra (intelectual property). Pelanggaran pada hak cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisi musik dan lagu, dan film-film dari dalam dan luar negeri, sudah tentu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, tidak hanya menimpa kepada para pemegang hak cipta (pengarang penerbit, pencipta musik/lagu, perusahaan film, dan perusahaan rekaman kaset, dan lain-lain), melainkan juga negara yang dirugikan, karana tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajak tersebut.
Pembajakan terhadap intelektual property (karya ilmiah, dan lain-lain) dapat mematikan gairah kreatifitas para pencipta untuk berkarya, yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan akselerasi pembangunan negara. Demikian pula pembajakan terhadap hak cipta dapat merusak tatanan sosial, ekonomi dan hukum di negara kita. Karena itu tepat sekali diundangkannya undang-undang No.6 tahun 1982 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu, seni dan sastra.
Namun di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Berdasarkan laporan dari berbagai asosiasi profesi yang berkaitan erat dengan hak cipta di bidang buku dan penerbitan, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan komputer, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta masih tetap berlangsung; bahkan semakin meluas sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.
Karena itu lahirlah UU No.7 Tahun 1987 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta agar lebih mampu memberantas/menangkal pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Di bawah ini sedikit ilustrasi tentang perbandingan antara UU No.6 /1982 dan UU No.7/19987 tentang hak cipta.
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).
Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran terhadap hak cipta dalam bidang ilmu, seni, dan sastra (intelectual property). Pelanggaran pada hak cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisi musik dan lagu, dan film-film dari dalam dan luar negeri, sudah tentu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, tidak hanya menimpa kepada para pemegang hak cipta (pengarang penerbit, pencipta musik/lagu, perusahaan film, dan perusahaan rekaman kaset, dan lain-lain), melainkan juga negara yang dirugikan, karana tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajak tersebut.
Pembajakan terhadap intelektual property (karya ilmiah, dan lain-lain) dapat mematikan gairah kreatifitas para pencipta untuk berkarya, yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan akselerasi pembangunan negara. Demikian pula pembajakan terhadap hak cipta dapat merusak tatanan sosial, ekonomi dan hukum di negara kita. Karena itu tepat sekali diundangkannya undang-undang No.6 tahun 1982 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu, seni dan sastra.
Namun di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Berdasarkan laporan dari berbagai asosiasi profesi yang berkaitan erat dengan hak cipta di bidang buku dan penerbitan, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan komputer, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta masih tetap berlangsung; bahkan semakin meluas sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.
Karena itu lahirlah UU No.7 Tahun 1987 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta agar lebih mampu memberantas/menangkal pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Di bawah ini sedikit ilustrasi tentang perbandingan antara UU No.6 /1982 dan UU No.7/19987 tentang hak cipta.
Dengan
diklasifikasinya pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindakan pidana biasa,
berarti bahwa tindakan-tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak
lagi semata-mata didasarkan atas pengaduan dari pemegang hak cipta. Tindakan
negara akan dilakukan baik atas pengaduan pemegang hak cipta yang bersangkutan
maupun atas dasar laporan/informasi dari pihak lainnya. Karena itu aparatur
penegak hukum diminta untuk bersikap lebih aktif dalam mengatasi pelanggaran
hak cipta itu.
Hak Cipta Menurut Pandangan Islam
Di dalam
Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan ajaran
agama seperti dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Yusuf ayat 108. Dan di samping
itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam
dengan azab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang-orang yang
menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan mengkomersialkan agama untuk kepentingan
dunia kehidupan duniawi, seperti dalam surat Ali Imran ayat 187; Al- Baqoroh
ayat 159-160; dan ayat 174-175.
Kelima ayat dari surat Ali Imran dan Al-Baqoroh tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah hukum Islam “yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.”
Maka peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut di atas juga berlaku bagi umat Islam. Artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (da’wah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersilkan agama untuk kepentingan duniawi semata (Vide Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. II/ 51)
Kelima ayat dari surat Ali Imran dan Al-Baqoroh tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah hukum Islam “yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.”
Maka peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut di atas juga berlaku bagi umat Islam. Artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (da’wah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersilkan agama untuk kepentingan duniawi semata (Vide Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. II/ 51)
Demikian
pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut
di atas, antara lain hadits Nabi riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dari Abu
Hurairah ra.:
“barang
siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan
diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.”
Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) dan wajib pula disebarluaskan ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang akidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Di luar itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat (al-Zabidi, Taisirul Wusul ila Jami’ al-Ushul, vol. III, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1934, hlm. 153)
Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya. Sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, penyerobotan, penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) dan wajib pula disebarluaskan ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang akidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Di luar itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat (al-Zabidi, Taisirul Wusul ila Jami’ al-Ushul, vol. III, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1934, hlm. 153)
Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya. Sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, penyerobotan, penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya.
Islam
sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat,
sebab itu termasuk amal saleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya,
sekalipun ia telah meninggal, sebagaimana dalam hadits Rasul riwayat Bukhari
dan lain-lain dari Abu Hurairah ra.:
“apabila manusia telah meninggal dunia,
terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang
bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan dia.”
Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya, juga dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya.
Perbuatan menfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis yang dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori ‘pencurian’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu; atau disebut ‘perampasan/ perampokan’ kalau dilakukan dengan terang-terangan dan kekerasan; atau ‘pencopetan’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan di luar tempat penyimpanannya yang semestinya; atau ‘penggelapan/khianat’ kalau dilakukan dengan melanggar amanat/perjanjiannya, misalnya, penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya mencetak 5.000 eksemplar, atau ghasab kalau dilakukan dengan cara dan motif selain tersebut di atas.
Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya, juga dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya.
Perbuatan menfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis yang dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori ‘pencurian’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu; atau disebut ‘perampasan/ perampokan’ kalau dilakukan dengan terang-terangan dan kekerasan; atau ‘pencopetan’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan di luar tempat penyimpanannya yang semestinya; atau ‘penggelapan/khianat’ kalau dilakukan dengan melanggar amanat/perjanjiannya, misalnya, penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya mencetak 5.000 eksemplar, atau ghasab kalau dilakukan dengan cara dan motif selain tersebut di atas.
Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan
dasar melarang pelanggaran hak cipta dengan perbuatan-perbuatan tersebut di
atas antara lain:
1. al-Qur’an Surat Al-Baqoroh:188 “Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu
dengan jalan yang batil….”
2. Hadits Nabi riwayat Daruqutni dari Anas
(hadits marfu’) : “tidak halal harta milik seorang muslim kecuali dengan
kerelaan hatinya.”
3. Hadits Nabi:
“Nabi bertanya, ‘apakah kamu tahu siapakah orang
yang bangkrut (muflis, Arab) itu?’ jawab mereka (sahabat): ‘orang yang bangkrut
di kalangan kita ialah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama
sekali’. Kemudian Nabi bersabda: ‘sebenarnya orang bangkrut (bangkrut amalnya)
dari umatku itu ialah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan
yang baik, seperti shalat, puasa dan zakat. Ia juga membawa berbagai amalan
yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh-nuduh, memakan harta orang lain,
membunuh dan memukul orang. Lalu amalan-amalan baiknya diberikan kepada
orang-orang yang pernah dizalimi/dirugikan dan jika hal ini belum cukup
memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah dizalimi itu
ditransfer kepada si zalim itu, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.”
Ayat dan
kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai/menggunakan hak
orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan
persetujuannya. Pelanggaran terhadap hak orang lain termasuk hak cipta juga
bisa termasuk ke dalam kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti
di akhirat.
Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya. Karenanya, karya tulis itu pun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh penulisnya.
Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencamtumkan “dilarang mengutip dan/atau memperbanyak dalam bentuk apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis/penerbit”, sebab pernyataan tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat dan sebagainya yang menurut peraturan perundang-undangan di negeri kita juga dilindungi (vide UU No. Tahun 1982 jo UU NO.7 Tahun 1987 tentang hak cipta). Jadi, pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak dan sebagainya setelah mendapat izin atau mengadakan perjanjian dengan penulis/ahli waris atau penerbitnya.
Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.
Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya. Karenanya, karya tulis itu pun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh penulisnya.
Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencamtumkan “dilarang mengutip dan/atau memperbanyak dalam bentuk apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis/penerbit”, sebab pernyataan tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat dan sebagainya yang menurut peraturan perundang-undangan di negeri kita juga dilindungi (vide UU No. Tahun 1982 jo UU NO.7 Tahun 1987 tentang hak cipta). Jadi, pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak dan sebagainya setelah mendapat izin atau mengadakan perjanjian dengan penulis/ahli waris atau penerbitnya.
Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.
Artinya
: “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7)
Cara
yang bisa diwujudkan untuk menghargai hasil karya orang lain adalah dengan
tidak mencela hasil karya orang tersebut meskipun hasil karya itu menurut kita
jelek. Memberikan penghargaan terhadap hasil karya orang lain sama dengan
menghargai penciptanya sebagai manusia yang ingin dan harus dihargai. Bisa
menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang luhur dan mulia yang
menggambarkan keadilan seseorang karena mampu menghargai hasil karya yang
merupakan saksi hidup dan bagian dari diri orang lain tanpa melihat, kedudukan
, derajat, martabat, status, warna kulit dan pekerjaan orang tersebut.
Perintah
untuk berbuat baik kepada orang lain dapat diwujudkan dengan menghargai dan
mensyukuri karyanya, baik dirasakan secara langsung atau tidak. Karena pada hakekatnya
mensyukuri manusia dalam waktu yang sama adalah mensyukuri Allah Swt., sebab
karya yang ada pada manusia adalah titipan Allah Swt. dengan kata lain,
kebaikan yang ada pada manusia bersumber dari kebaikan Ilahi, berarti bila kita
tidak bersyukur kepada manusia, sama artinya tidak bersyukur kepada Allah Swt.
Rasul Saw. bersabda: “Man lam yasykurinnas lam yasy kurillah” (Siapa yang tidak
berterima kasih kepada manusia berarti tidak berterima kasih kepada Allah). Dan
itu sedikit orang yang melakukan. Maha Benar Allah Swt. yang telah berfirman
sedikit sekali hambaku yang bersyukur”. (QS. 34 : 13).
Hal demikian bisa terjadi karena beberapa
faktor:
Pertama : Memandang bahwa kebaikan itu
bersumber dari pelaku itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan iri hati, dengki
dan ingin menggusur nikmat yang ada pada orang lain atau paling tidak nikmat
itu pindah kepadanya. Dan ini adalah tingkatan dengki yang terkecil, sedangkan
tingkatan dengki yang paling besar adalah hilangnya jasa, kebaikan yang ada
pada orang lain walaupun sama-sama tidak mendapat.
Kedua : Selalu melihat ke atas. Dalam urusan
duniawi kita tidak dianjurkan untuk selalu melihat ke atas, tapi sebaliknya
kita dianjurkan melihat ke belakang dan melihat ke bawah. Dalam konteks
pemekaran Kabupaten Batu Bara para pemekar telah banyak berjasa dalam membantu
masyarakat untuk keluar dari berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya,
khususnya masalah perekonomian rakyat. Sehingga berbondong-bondong para
pengusaha memberikan bantuan dengan tujuan agar mereka dikenal rakyat, pada
akhirnya rakyat akan memilih mereka.
Walaupun
tanpa disadari bahwa rakyat telah digiring untuk selalu melihat ke atas dalam
hal keduniaan. Kondisi tersebut harus diwaspadai, sebab akan membuat rakyat
sellau bangga dengan materi yang telah didapat dari orang tua, tanpa melihat
seberapa besar kontribusi orang yang membantunya dalam peningkatan amal ibadah.
Jika pertolongan dengan materi itu dibiarkan merajalela, maka akan
memasyarakatlah opini “Balas Budi”. Bukan “Balas Ikhlas”. Balas budi adalah
suatu kondisi di mana pemberian keinginan itu harus dibalas dengan keinginan
orang yang memberi.
Sifat
ini telah dijelaskan oleh Allah SWT. dalam Al Qur’an surat al-Baqarah ayat 264
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadi dia bersih (tidak bertanah) mereka tidak menguasai sesuatu pun demi apa
yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.”
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
BAB VII
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
A. Pengertian Iman Kepada Kitab-kitab Allah SWT.
Kitab menurut bahasa (etimologi) artinya tulisan.
Sedangkan kitab menurut istilah, kitab adalah kumpulan tulisan firman Allah
yang terdapat lembaran-lembaran yang disusun menjadi bentuk sebuah
buku.Pengertian iman kepada Allah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa
kitab-kitab Allah benar-benar wahyu Allah yang diturunkan kepada para rosul
oleh malaikat jibril sebagai pedoman hidup manusia agar bahagia dunia
akhirat.Iman kepada kitab-kitab Allah SWT termasuk rukum iman ketiga. Orang
yang tidak beriman kepada kitab-kitab Allah SWT tidak dapat dikatakan sebagai
orang yang beriman bahkan bias dikatakan Murtad, firman Allah SWT : Artinya:
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu
melainkan orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara
mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus.( Al-qur’an, surat Al-Baqarah ; 213 ).B. Nama-nama Kitab Allah SWT dan
Rosul PenerimanyaKitab-kitab Allah yang wajib kita Imani ada empat yang
diturunkan kepada para rosulnya, yaitu :
1. Kitab Taurat
Taurat berasal dari
bahasa ibrani, dalam agama adalah syariat, diturunkan kepada Nabi Musa AS,
dibukit Tursina ketika Nabi Musa beribadah sebagai mana yang telah dilakukan
oleh para nabi sebelumnya, sebagai pedoman dan petunjuk bagi kaum bani isroil,
hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :Artinya : Dan kami berikan kepada Musa
kitab (taurat), dan kami jadikan kitab taurat itu petunjuk bagi bani isroil.
(dengan firmannya) ; “ janganlah kamu mengambil penolong selain aku”.
(Al-qur’an, surat Al-Isro ; 2 )
Isi pokok kitab taurat dikenal dengan sepuluh hukum perintah Tuhan, baik
berupa larangan dan perintah yang sesuai dengan tempat dan kondisi saat itu.
Sepuluh hukum dalam kitab taurat yaitu :
a. Menjelaskan aqidah yang benar yaitu mengesakan Tuhan
b. Larangan menyebut nama Allah dengan main-main
c. Memuliakan hari sabtu
d. Menghormati kedua orang tua
e. Larangan mencuri
f. Larangan membunuh manusia
g. Larangan berbuat syieik
h. Larangan melakukan zinah
i. Larangan menjadi saksi palsu
j. Larangan memiliki keinginan atas hak orang lain
a. Menjelaskan aqidah yang benar yaitu mengesakan Tuhan
b. Larangan menyebut nama Allah dengan main-main
c. Memuliakan hari sabtu
d. Menghormati kedua orang tua
e. Larangan mencuri
f. Larangan membunuh manusia
g. Larangan berbuat syieik
h. Larangan melakukan zinah
i. Larangan menjadi saksi palsu
j. Larangan memiliki keinginan atas hak orang lain
2. KitabZabur
Kitab zabur diturunkan Nabi Daud AS. Untuk disampaikan kepada umatnya dan
dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umat yahudi. Firman Allah SWT : Artinya :
Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. dan
Sesungguhnya Telah kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang
lain), dan kami berikan Zabur kepada Daud (Q.S. Al-isro ; 55 )
Kitab zabur berisi nyanyian, pujian kepada Allah atas segala rahnatnya,
juga berisi dzikir, doa, nasihat dan hikmat-hikmat. Sedangkan syariatnya
mengikuti syariat yang ada dalam kitab taurat. Menurut orang yahudi dan nasrani
kitab zabur sekarang ada pada kitab perjanjian lama yang terdiri dari 150
pasal.
3. KitabInjil
Kitab injil diturunkan kepada nabi Isa dengan memakai bahsa suryani sebagi
peyinjuk dan tuntutan bagi bani israil. Kitab injil isinya sam dengan kitab
taurat, tetapi ada yang harus diralat yaitu yang tidak sesuai dengan peradaban
masa itu. Dan ada penambahan isi dalam kitab injil yaitu tentang berbuat baik
sesame manusia (kasih saying). Allah berfirman : Artinya : Dan kami iringkan
jejak mereka (nabi-nabi bani isroil) dengan isa putera maryam, membenarkan
kitab yang sebelumnya, yaitu taurat dan kami telah memberikan kepadanya kitab
injil, sedang didalamnya ada petunjuk dan cahaya (yang menerangi).
(Q.S. Al-Maidah ; 46 )
(Q.S. Al-Maidah ; 46 )
4. Kitab Al-Qur’an
Al-qur’an adalah kitab
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, untuk dijadikan pedoman dan
petinjuk hidup manusia agar bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman :
Artinya : Sesungguhya kami menurunkan berupa Al-qur’an dengan berbahas arab
agar kamu memahaminya. (Q.S. Yusuf ; 2 )
Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir, isinya meliputi kitab-kitab
terdahulu dan melengkapi aturan-aturan yang belum ada. Pada dasarnya
kitab-kitab Allah sebelum kitab Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad,
seperti sebuah anak sungai yang mengalir menuju suatu aliran sungai besar.
Kemudian dari sungan besar itu mengalir menuju kesamudera luas. Jadi risalah
Nabi Muhammad saw, mencakup seluruh aspek yang ada dalam kitab-kitab
sebelumnya.
5. Kitab dan Sukuf
Alah mengutus para nabi
dan rosul dengan membawa pedoman bagi kehidupan manusia berupa wahyu. Wahyu
Allah di turunkan kepada para nabi dan rosul. Ada yang berupa kitab ada yang
berupa sukuf.
Para nabi yang menerima sukuf sebagau berikut :
1. Nabi Adam q.s. menerima 10 sukuf
2. Nabi Ibrahim a.s. menerima 30 sukuf
3. Nabi Syis a.s. menerima 50 sukuf
4. Nabi Musa a.s. menerima 10 sukuf, sebelum diberi kitab taurat
Baca dan fahamilah firman Allah : Artinya : Sesungguhnya ini (wahyu yang diwahyukan kepada Muhammad) ada disebutkan dalam kitab-kitab yang dahulu yaitu kitab ibrahim dan musa.
Para nabi yang menerima sukuf sebagau berikut :
1. Nabi Adam q.s. menerima 10 sukuf
2. Nabi Ibrahim a.s. menerima 30 sukuf
3. Nabi Syis a.s. menerima 50 sukuf
4. Nabi Musa a.s. menerima 10 sukuf, sebelum diberi kitab taurat
Baca dan fahamilah firman Allah : Artinya : Sesungguhnya ini (wahyu yang diwahyukan kepada Muhammad) ada disebutkan dalam kitab-kitab yang dahulu yaitu kitab ibrahim dan musa.
B. Al-Qur’an sebagai Kitab Suci
Al-qur’an merupakan mujizat terbesar yang dimiliki
Nabi Muhammad saw. Yang merupakan petunjuk dan pedoman hidup bagi seluruh
manusia sampai akhir zaman. Al-qur’an memiliki nama-nama yang lain yang
terdapat didalam Al-qur’an diantaranya :
1. Al-qur’an bias juga
disebut Adzikru artinya : Mengingat
2. Al-qur’an bias juga disebut Al furqon artinya : Pembeda
3. Al-qur’an bias juga disebut Al kitab artinya : Tulisan
4. Al-qur’an bias juga disebut Al Huda artinya : Petunjuk
2. Al-qur’an bias juga disebut Al furqon artinya : Pembeda
3. Al-qur’an bias juga disebut Al kitab artinya : Tulisan
4. Al-qur’an bias juga disebut Al Huda artinya : Petunjuk
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam yang harus dipelajari dan harus
diamalkan isi kandungannya. Oleh sebab itu alangkah baiknya bagi seoarang
muslim terlebih dahulu mengetahui kapan al-qur’an diturunkan, dan apa isi
kandungan Nya serta apa keistimewaan Al-qur’an dengan kitab-kitab suci lainnya
a. Sejarah Turunnya Al-Qur’an
a. Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Alqur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw pada malam senin
tanggal 17 ramadhan tahun 40 dari kelahiran Nabi Muhammad saw, atau tanggal 6
agustus tahun 610 M. ketika nabi sedang berkhalwat (bersemedi) di gua hiro
(mekah) wahyu yang pertama turun adalah Al-qur’an ayat 1 sampai 5. baca dan
fahamilah firman Allah dibawah ini : Artinya : Bacalah dengan menyebut nama
Tuhan yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dan tTuhanlulah yang maha pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Q.S. Al-Alaq ; 1 – 5)
Al-qur’an diturunkan oleh malaikat jibril secara berangsur-angsur tidak sekaligus, kurang lebih lamanya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Selama nabi dikota 13 tahun dan 10 tahun di madinah. Isinya terdiri dari 30 Juz, memuat 114 surat, 6666 ayat. Ayat yang diturunkan di mekah disebut ayat / surat makiyah, dan yang diturunkan waktu nabi di madinah dusebut ayat / surat madaniyah.
Ciri – ciri ayat yang diturunkan di mekah antara lain :
1. Ayatnya pendek-pendek
2. Di mulai dengan lafadh Ya Ayyuan naas
3. Isinya tentang perintah berirman kepada Allah
Ciri-ciri ayat yang diturunkan di madinah antara lain :
1. Ayatnya panjang-panjang
2. dimulai ayatnya dengan lafadh Ya Ayyuha Ladzina Aamanu
3. Isinya tentang hukum-hukum
Adapun surat dan ayat yang terakhir turun kepada nabi yaitu surat Al-maidah ayat 3. firman Allah : Artinya : Pada hari ini telah ku kumpulkan untuk kamu agamamu. Dan telah ku cukupkan kepadamu nikmatku. Dan kuridhoi islam itu menjadi agama bagimu. (Q.S. Al-Maidah ; 3 )
Al-qur’an diturunkan oleh malaikat jibril secara berangsur-angsur tidak sekaligus, kurang lebih lamanya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Selama nabi dikota 13 tahun dan 10 tahun di madinah. Isinya terdiri dari 30 Juz, memuat 114 surat, 6666 ayat. Ayat yang diturunkan di mekah disebut ayat / surat makiyah, dan yang diturunkan waktu nabi di madinah dusebut ayat / surat madaniyah.
Ciri – ciri ayat yang diturunkan di mekah antara lain :
1. Ayatnya pendek-pendek
2. Di mulai dengan lafadh Ya Ayyuan naas
3. Isinya tentang perintah berirman kepada Allah
Ciri-ciri ayat yang diturunkan di madinah antara lain :
1. Ayatnya panjang-panjang
2. dimulai ayatnya dengan lafadh Ya Ayyuha Ladzina Aamanu
3. Isinya tentang hukum-hukum
Adapun surat dan ayat yang terakhir turun kepada nabi yaitu surat Al-maidah ayat 3. firman Allah : Artinya : Pada hari ini telah ku kumpulkan untuk kamu agamamu. Dan telah ku cukupkan kepadamu nikmatku. Dan kuridhoi islam itu menjadi agama bagimu. (Q.S. Al-Maidah ; 3 )
Ayat ini turun pada haru jum’at tanggal 9 zulhijah tahun 10 H (16 maret 632
M). ketika itu nabi berusia ± 63 tahun, dalam menjalankan ibadah haji terakhir
yang disebut haji wada.
b. Isi Kandungan
Al-Qur’an
Sampai akhir zaman kandungan Al-qur’an berlaku untuk semua manusia dan
untuk semua golongan. Diantaranya memuat tentang :
1. Ketauhidan (pengesaan Allah) atau disebut juga Aqidah
2. Cara-cara mengabdi kepada Allah (Fiqih)
3. Tatakrama kehidupan sehar-hari (Akhlak)
4. Mengandung Ilmu Pengetahuan
5. Kabar gembira bagi yang beriman. Dan peringatan bagi yang kafir
6. Menata soal kedamaian dalm kehidupan bermasyarakat
7. sejarah orang-orang terdahulu
1. Ketauhidan (pengesaan Allah) atau disebut juga Aqidah
2. Cara-cara mengabdi kepada Allah (Fiqih)
3. Tatakrama kehidupan sehar-hari (Akhlak)
4. Mengandung Ilmu Pengetahuan
5. Kabar gembira bagi yang beriman. Dan peringatan bagi yang kafir
6. Menata soal kedamaian dalm kehidupan bermasyarakat
7. sejarah orang-orang terdahulu
c. Keistimewaan-
keistimewaan Al-qur’an
Alqur’an sebagai kitab suci umat islam, mempunyai kelebihan atau
keistimewaan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya.
Diantaranya :
1. membacanya mendapat
pahala
2. memegangnya harus suci dar hadas kecil dan hadas besar
3. memberi ketentraman jiwa, kebahagiaan serta pengobat hati bagi sipembacanya.
4. mengangkat drajat bagi orang-orang yang membacanya
5. merupakan mujizat terbesar sepanjang sejarah dunia
6. menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya
2. memegangnya harus suci dar hadas kecil dan hadas besar
3. memberi ketentraman jiwa, kebahagiaan serta pengobat hati bagi sipembacanya.
4. mengangkat drajat bagi orang-orang yang membacanya
5. merupakan mujizat terbesar sepanjang sejarah dunia
6. menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya
d. Fungsi Iman Kepada
Kitab Allah
Kitab-kitab Alah yang telah disampaikan oleh malaikat jibril kepada para Nabi Nya adalah merupakan kitab samawi, karena isinya dan kata-katanya adalah firman Allah. Fungsinya kitab-kitab Allah bagi manusia antara lain :
1. Sebagai pedoman hidup manusia dan sumber hokum manusia, agar mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
2. sebagai rahmat bagi alam semesta dan pembimbing kejalan yang lurus
3. menanamkan moral (akhlak) yang baik dalam jiwa manusia
4. mampu menambah ilmu pengetahuan
5. dapat mempertebal keyakinjan terhadap sang pencipta
6. menentramkan jiwa (bathin) yang percaya kepada wahyu Allah (Al-kitab). Karena banyak hal yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan dan akal fikiran manusia, tetapi wahyu Allah dapat menjawab persoalan-persoalan yang kita hadapi.
Kitab-kitab Alah yang telah disampaikan oleh malaikat jibril kepada para Nabi Nya adalah merupakan kitab samawi, karena isinya dan kata-katanya adalah firman Allah. Fungsinya kitab-kitab Allah bagi manusia antara lain :
1. Sebagai pedoman hidup manusia dan sumber hokum manusia, agar mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
2. sebagai rahmat bagi alam semesta dan pembimbing kejalan yang lurus
3. menanamkan moral (akhlak) yang baik dalam jiwa manusia
4. mampu menambah ilmu pengetahuan
5. dapat mempertebal keyakinjan terhadap sang pencipta
6. menentramkan jiwa (bathin) yang percaya kepada wahyu Allah (Al-kitab). Karena banyak hal yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan dan akal fikiran manusia, tetapi wahyu Allah dapat menjawab persoalan-persoalan yang kita hadapi.
Langganan:
Postingan (Atom)